Penetapan Kadar COD (Chemical Oxygen Demand) Secara Dikromatometri


Dasar

Zat organik dan anorganik yang terdapat dalam air dioksidasi oleh K2Cr2O7 yang berlebih terukur dalam suasana asam dan panas. Sisa K2Cr2O7 yang tidak bereaksi dititar dengan FAS (Ferro Ammonium Sulfat) dan indikator ferroin dengan TA merah coklat. Dilakukan blanko untuk mengetahui jumlah K2Cr2O7 yang bereaksi dengan zat organik.


Reaksi

Zat organik + K2Cr2O7 + H+ --> K+ + CO2 + H2O + Cr3+
K2Cr2O7 + H+ + Fe2+ --> K+ + Cr3+ + Fe3+ + H2O

Tujuan

  • Menetapkan kadar COD dalam suatu sampel air
  • Mengetahui kualitas sampel air

Alat Dan Bahan


Alat:

  • Pipet volumetri 50 mL
  • Piala gelas 400 dan 800 mL
  • Buret coklat
  • Klem dan statif
  • Erlenmeyer
  • Labu semprot plastik
  • Pipet tetes
  • Corong
  • Kaca arloji
  • Neraca digital
  • Pengaduk
  • Gelas ukur
  • Kertas saring
  • Kertas penggganjal
  • Bulb
  • Kaki tiga
  • Kasa asbes
  • Pembakar teklu
  • Alas titar dan pembaca buret

Bahan:

  • Sampel air
  • Air suling
  • H2SO4 pekat
  • K2Cr2O7 0,1 N
  • Larutan FAS 0,05 N
  • Indikator ferroin

Cara Kerja (Penetapan COD)

  1. Dipipet 50,00 ml sampel ke dalam Erlenmeyer,
  2. Ditambahkan 5 ml H2SO4 pekat, kemudian ditambahkan K2Cr2O7 0,1 N (pipet volum) lalu ditambahkan batu didih,
  3. Dididihkan selama 15 menit (warnanya sindur),
  4. Larutan didinginkan kemudian ditambahkan indikator ferroin,
  5. Larutan dititar dengan FAS 0,05 N hingga TA merah coklat,
  6. Serangkaian tahapan pekerjaan dilakukan minimal duplo dengan selisih volume penitar 0,1 ml, dan
  7. Dilakukan blanko untuk mengetahui jumlah K2Cr2O7 yang bereaksi dengan zat organik.

Blanko

  1. Dipipet 50,00 ml sampel ke dalam Erlenmeyer,
  2. Ditambahkan 5 ml H2SO4 pekat, kemudian ditambahkan K2Cr2O7 0,1 N (pipet volum) lalu ditambahkan batu didih,
  3. Dididihkan selama 15 menit (warnanya sindur),
  4. Larutan didinginkan kemudian ditambahkan indikator ferroin,
  5. Larutan dititar dengan FAS 0,05 N hingga TA merah coklat,
  6. Serangkaian tahapan pekerjaan dilakukan minimal duplo dengan selisih volume penitar 0,1 ml, dan
  7. Dilakukan blanko untuk mengetahui jumlah K2Cr2O7 yang bereaksi dengan zat organik.

Penetapan Kenormalan (Standardisasi) FAS BBP K2Cr2O7

  1. Ditimbang ± 0,245 gram hablur garam K2Cr2O7,
  2. Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml kemudian diimpitkan dengan air suling,
  3. Larutan dipipet sebanyak 10,00 ml ke dalam Erlenmeyer kemudian diencerkan hingga volumenya 100 ml dengan air suling,
  4. Ditambahkan 5 ml H2SO4 4 N kemudian indikator feroin,
  5. Dititar dengan FAS 0,05 N hingga warna TA merah coklat, dan
  6. Serangkaian tahapan pekerjaan dilakukan minimal duplo dengan selisih volume penitar.

Perhitungan

Perhitungan Normalitas FAS


Keterangann:
Np adalah normalitas FAS
mg BBP adalah mg K2Cr2O7 yang ditimbang
Vp adalah volume titran yang dibutuhkan untuk standardisasi
FP adalah faktor pengenceran
Bst K2Cr2O7 adalah 1/6 Mr, yaitu 49.

Perhitungan Kadar COD

 

Keterangan

V sampel adalah ml contoh yang dipipet (50)
Np adalah normalitas FAS hasil standardisasi
Vb adalah volume titran yang dibutuhkan untuk blanko
Vp adalah volume titran yang dibutuhkan untuk sampel
FP adalah faktor pengenceran
Bst O2 adalah 1/2 Mr, yaitu 8.

Pembahasan

Chemical Oxygen Demand (COD) adalah jumlah Oksigen terlarut yang dibutuhkan oksidator untuk mengoksidasi zat – zat pencemar organik dalam air. Semakin banyak zat pencemar organik di dalam air, artinya kadar COD akan semakin besar. Dapat disimpulkan bahwa semakin besar kadar COD menandakan kualitas air yang semakin rendah. Dalam perhitungannya, kadar COD ditetapkan dalam satuan part per million (ppm).

Penetapan kadar COD dalam sampel air dilakukan dengan metode Dikromatometri yang melibatkan perubahan bilangan oksidasi. Karena inilah metode Dikromatometri digolongkan sebagai metode yang didasarkan pada reaksi reduksi – oksidasi (redoks). Prinsip titrasi yang digunakan dalam metode ini adalah titrasi kembali dimana Kalium Dikromat ditambahkan berlebih terukur ke dalam larutan contoh, sisa dari Kalium Dikromat akan bereaksi dengan Fero Ammonium Sulfat (FAS) dengan kehadiran indikator ferroin memberikan warna TA yaitu merah coklat teh. Pemilihan jenis titrasi kembali didasarkan pada fakta bahwa analat (zat organik) tidak dapat bereaksi langsung dengan penitar (FAS) dimana telah diketahui bahwa keduanya adalah sama – sama reduktor.

Suasana oksidasi zat organik oleh Kalium Dikromat berlangsung dalam H2SO4 pekat sehingga pada prosedur kerjanya ditambahkan H2SO4 pekat. Sebagaimana telah diketahui bahwa H2SO4 pekat merupakan zat yang sangat bersifat korosif, irritant, dan oksidator sehingga sangat berbahaya bila kontak dengan kulit. Oleh karena itu jika kita bekerja dengan zat ini, sudah seharusnya kita senantiasa waspada, mawas diri, hati – hati, dan tentunya memakai perlindungan (APD) yang seharusnya agar tidak terjadi hal – hal yang tidak diinginkan (teman saya sudah membuktikan bagaimana rasanya kena zat ini).

Karena menggunakan titrasi kembali maka kita tidak dapat mengetahui secara pasti berapa jumlah K2Cr2O7 yang bereaksi dengan analat sehingga digunakanlah blanko untuk mengetahuinya. Volume penitaran blanko pada titrasi kembali pasti memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan volume penitaran sampel sehingga selisih antara volume penitar blanko dengan sampel merupakan jumlah K2Cr2O7 yang bereaksi dengan analat.

Daftar Pustaka

Sulistiowati, S.Si, M.Pd; Nuryati, M.Pd, Dra. Leila; Yudianingrum, R. Yudi, 2014, Analisis Volumetri, Bogor : SMK – SMAK Bogor.
Yusuf Noer Arifin

Menyukai kreativitas, pemikiran kritis, dan pemecahan masalah. Untuk menghubungi saya, silakan kunjungi halaman kontak ya!

1 Comments

Terima kasih sudah berkunjung di blog ini. Jika berkenan, mohon tinggalkan komentar dengan bahasa yang santun dan tanpa tautan. Semua komentar selalu dibaca meskipun tak semuanya dibalas. Harap maklum dan terima kasih :)

  1. Busak anda keren sekali... its 2020 and I was here :) thank you

    ReplyDelete
Previous Post Next Post