Penetapan Kadar Nikel (Ni) dalam NiSO4 • 6H2O Cara Kompleksometri



Dasar

Pada pH 10, ion Ni2+ dapat bereaksi dengan EDTA yang ditambahkan berlebih terukur menghasilkan senyawa kompleks Ni – EDTA. Kelebihan EDTA dapat dititar dengan ZnSO4 dan indikator Eriochrome Black – T (EBT) dengan TA merah anggur. Dilakukan blanko untuk menentukan jumlah EDTA yang bereaksi dengan ion Ni2+.

Reaksi

Ni2+ + H2Y2- (berlebih terukur) --> NiY2- + 2H+
H2Y2- (sisa) + Zn2+ --> ZnY2- + 2H+
Zn2+ + HInd2- --> ZnInd- (merah anggur) + H+

Catatan : HInd2- adalah indikator yang digunakan, sedangkan H2Y2- adalah EDTA

Tujuan

Menetapkan kadar Nikel dalam NiSO4 · 6H2O secara titrasi kompleksometri

Alat dan Bahan

Alat

  • Kaca arloji
  • Labu ukur 100 mL
  • Pipet volumetric 10 ml
  • Gelas ukur
  • Pengaduk
  • Erlenmeyer
  • Buret 50 mL
  • Corong
  • Piala gelas 400 dan 800 mL
  • Labu semprot
  • Pipet tetes
  • Kaki tiga
  • Pembakar teklu
  • Kasa asbes
  • Statif dan klem
  • Alas titar dan alas baca buret

Bahan

  • EDTA 0,05 M
  • Air suling
  • ZnSO4  0,05 M
  • Buffer pH 10
  • Indikator EBT
  • Kertas saring penyeka
  • Kertas pengganjal corong

Cara Kerja

  1. Alat dan bahan yang diperlukan disiapkan dan ditata di atas meja kerja,
  2. Ditimbang ± 0,25 gram hablur NiSO4 · 6H2O
  3. Dimasukkan ke labu ukur 100 ml kemudian diimpitkan,
  4. Dipipet 10,00 ml larutan, dimasukkan ke Erlenmeyer,
  5. Larutan diencerkan dengan 100 ml air,
  6. Kemudian dilakukan penambahan EDTA 0,05 M berlebih terukur sebanyak 10 ml (pipet volum),
  7. Larutan ditambahkan ± 5 ml buffer pH 10, cek pH (jika kurang, ditambahkan NH4OH hingga pH 10).
  8. Diteteskan ± 2 – 3 tetes indikator EBT (biru),
  9. Larutan dititar dengan ZnSO4 0,05 M hingga TA biru, dan
  10. Serangkaian tahapan pekerjaan dilakukan minimal duplo dengan selisih volume penitar maksimal 0,10 mL.
  11. Dilakukan blanko untuk mengetahui jumlah EDTA yang bereaksi dengan Nikel.

Blanko

  1. Dipipet 10 ml larutan EDTA 0,05 M ke dalam Erlenmeyer,
  2. Larutan diencerkan hingga volumenya ± 100 ml, kemudian ditambahkan 5 ml buffer pH 10 (cek pH, jika kurang dari pH 10 maka ditambahkan NH4OH) 
  3. Diteteskan ± 2 – 3 tetes indikator EBT (biru), 
  4. Larutan dititar dengan ZnSO4 0,05 M hingga TA biru, dan

Perhitungan


Keterangan
Mg sampel adalah bobot sampel yang ditimbang (NiSO4 · 6H2O)
FP adalah faktor pengenceran
Mp adalah molaritas penitar yang digunakan
Vp adalah volume penitar yang digunakan
Ar Ni adalah 58,7

Pembahasan

Kompleksometri adalah metode analisis titrimetri (volumetri) yang didasarkan pada reaksi metatetik pembentukan senyawa kompleks antara logam dan ligan. Reaksi metatetik adalah reaksi yang hanya melibatkan pertukaran ion saja, tidak melibatkan perubahan bilangan oksidasi (biloks). Ligan yang digunakan adalah EDTA (Etilen Diamin Tetra Asetat). EDTA merupakan ligan polidentat dengan 6 buah pasangan elektron bebas (PEB), yaitu 2 pasang dari atom Nitrogen dan 4 pasang dari atom Oksigen.

Penetapan kadar Nikel dengan metode kompleksometri menggunakan prinsip titrasi kembali (back titration) dikarenakan kompleks Nikel dengan indikator cenderung lebih kuat dibandingkan Nikel – EDTA. Apabila dilakukan titrasi langsung maka titik akhir tidak akan pernah tercapai.

Karena titrasi yang digunakan adalah titrasi kembali, maka dilakukan penambahan EDTA berlebih terukur dimana kelebihan EDTA akan bereaksi dengan penitar ZnSO4 dan dengan kehadiran indikator EBT membentuk kompleks Zn – EDTA lalu ketika EDTA sudah habis maka satu tetes ZnSO4 akan bereaksi dengan EBT membentuk Zn – EBT berwarna merah anggur.

Penambahan larutan buffer dilakukan karena indikator logam EBT bekerja pada pH 10 dan didasarkan dengan fakta bahwa reaksi pembentukan kompleks antara EDTA dan logam akan selalu menghasilkan ion H+ sehingga dapat mempengaruhi suasana larutan menjadi lebih asam.

Mekanisme reaksi pembentukan kompleks dan titik akhir pada penetapan kadar Nikel secara titrasi kompleksometri ini :
  1. Ni2+ dari sampel akan bereaksi dengan EDTA berlebih terukur membentuk kompleks Ni – EDTA dan menyisakan sejumlah EDTA yang tidak bereaksi (ingat, EDTA ditambahkan berlebih terukur)
  2. Kelebihan EDTA akan bereaksi dengan ZnSO4 membentuk kompleks Zn – EDTA
  3. Ketika titik akhir tercapai, maka EDTA sudah habis bereaksi dengan ZnSO4. Kelebihan satu tetes ZnSO4 akan bereaksi dengan indikator EBT membentuk kompleks Zn – EBT yang berwarna merah anggur. Inilah alasan mengapa titik akhir tercapai ketika larutan berwarna merah anggur
  4. Blanko digunakan untuk mengetahui jumlah EDTA yang bereaksi dengan NIkel karena EDTA ditambahkan berlebih terukur dan kita tidak mengetahui secara pasti jumlah EDTA yang bereaksi dengan Nikel.

Daftar Pustaka

Sulistiowati, S.Si, M.Pd; Nuryati, M.Pd, Dra. Leila; Yudianingrum, R. Yudi, 2014, Analisis Volumetri, Bogor : SMK – SMAK Bogor.
Yusuf Noer Arifin

Menyukai kreativitas, pemikiran kritis, dan pemecahan masalah. Untuk menghubungi saya, silakan kunjungi halaman kontak ya!

4 Comments

Terima kasih sudah berkunjung di blog ini. Jika berkenan, mohon tinggalkan komentar dengan bahasa yang santun dan tanpa tautan. Semua komentar selalu dibaca meskipun tak semuanya dibalas. Harap maklum dan terima kasih :)

  1. Maaf, boleh saya minta kontak orang yang membuat blog ini? saya ingin bertanya seputar analisis volumetri

    ReplyDelete
  2. Silakan kunjungi halaman kontak di pojok kanan atas ya, terima kasih

    ReplyDelete
  3. Replies
    1. Volume blanko, yaitu pada kasus ini volume ZnSO4 yang dibutuhkan untuk bereaksi dengan EDTA tanpa kehadiran ion Nikel

      Delete
Previous Post Next Post