9 Green Lifestyle Demi Sukseskan SDGs 2030


Konon, Homo sapiens merupakan suatu spesies makhluk hidup yang berasal dari Afrika sekitar 300.000 tahun yang lalu. Uniknya, spesies ini diberikan karunia spesial dari Tuhan yang tidak dimiliki makhluk hidup lain…

…yaitu berupa akal dan kecerdasan.

Kedua karunia tersebut rupanya telah menyelamatkan kita dari suatu Armageddon.

Sebelum James Watt menemukan mesin uap, masyarakat sekelas Eropa saja tidak berdaya mengalami berbagai penderitaan seperti wabah penyakit, kemiskinan, kelaparan, ketimpangan sosial, dan laju kematian yang tinggi. Sains belum berkembang sehingga kualitas hidup manusia masih sangat rendah.

Bayangkan saja, saat itu seorang ibu rata-rata memiliki 4-6 anak namun hanya 2 anak saja yang bisa mencapai usia dewasa.

Revolusi industri dan pertanian yang terjadi di Inggris merupakan titik balik dari penderitaan masyarakat Eropa dan dunia. Ilmu pengetahuan berkembang pesat dan manusia akhirnya mampu menikmati kemajuan di bidang ekonomi, transportasi, komunikasi, dan kedokteran.

Tetapi, ini bukan akhir dari mimpi buruk…

Kemajuan pesat di berbagai aspek sukses meningkatkan taraf hidup masyarakat. Orang-orang memiliki pekerjaan yang lebih menjanjikan, pendapatan yang lebih besar, dan kesehatan yang lebih baik.

Tidak dapat ditampik bahwa kemajuan pesat di bidang transportasi, komunikasi, dan kedokteran memang sangat bermanfaat, namun di sisi lain malah memicu suatu paradox effect berupa…

BOOM! Ledakan populasi manusia di seluruh penjuru dunia,


Video yang diunggah oleh American Museum of Natural History tersebut mengungkap sebuah fakta mencengangkan bahwa manusia membutuhkan waktu selama 200.000 tahun untuk mencapai 1 miliar populasi …

… tetapi hanya perlu waktu 200 tahun untuk mencapai angka 7 miliar!

Angka ini akan terus naik dan diproyeksikan mencapai 11 miliar pada tahun 2100 mendatang.

Tentu saja ini menjadi problematika yang membuat ilmuwan pusing tujuh keliling.
  • Akankah bumi kita sanggup memapah kehidupan 7+ miliar orang?
  • Akankah sumber daya di planet kecil ini mampu memenuhi kebutuhan semua orang?
  • Akankah manusia dan bumi bisa bekerja sama secara win-win solution demi masa depan di mana semuanya tetap exist?

Demi memastikan keberlangsungan peradaban manusia dan planet kita, sebanyak 189 pemimpin dunia setuju untuk mengambil tindakan dengan merumuskan Millennium Development Goals (MDGs) pada tahun 2000 silam.

Secara umum, MDGs memuat target-target di bidang ekonomi, sosial, dan lingkungan yang harus diselesaikan dalam jangka 15 tahun kemudian yaitu tahun 2015.

Hanya dalam 15 tahun, mereka berhasil mengubah wajah dunia dengan menorehkan berbagai pencapaian menakjubkan, seperti:
  • Jumlah penduduk miskin turun hampir setengahnya
  • Jumlah anak tidak sekolah berkurang hampir separuhnya
  • Jumlah penderita HIV yang dirawat meningkat hampir 50 kali
  • Jumlah kematian anak turun hampir separuhnya

Meskipun demikian, kita belum puas. Di samping berbagai prestasi tersebut, nyatanya dunia kita masih berjuang keras untuk mengubah fakta bahwa:
  • Sekitar 800.000.000 orang hidup miskin
  • Sekitar 1 dari 9 penduduk bumi masih tidur dalam kelaparan
  • Deforestasi masih tinggi di banyak negara
  • Lautan semakin asam dan berbahaya untuk biota laut
  • Sekitar 1 dari 6 orang dewasa di dunia tidak terliterasi di mana 2/3 nya adalah wanita

Oleh karena itu, mereka tidak bangga apalagi berhenti. Pemimpin dunia kembali melanjutkan perjuangan sebelumnya dengan merumuskan Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan tepat setelah MDGs berakhir pada tahun 2015.

SDGs merupakan suatu blueprint yang berisi 17 tujuan mulia dan dirumuskan bersama-sama oleh para pemimpin dunia. SDGs harus terwujud selambat-lambatnya pada tahun 2030.

Berikut merupakan penjabaran singkat mengenai 17 poin SDGs:
  1. Mengentaskan kemiskinan dalam segala bentuknya, yang saat ini didefinisikan memiliki penghasilan kurang dari $1.25 per hari.
  2. Mengakhiri kelaparan, menjamin keamanan pangan dan nutrisi berkecukupan, meniadakan malnutrisi, serta menggiatkan pertanian berkelanjutan.
  3. Memastikan kesehatan dan kualitas hidup yang baik bagi semua umur.
  4. Menjamin tersedianya akses terhadap pendidikan secara inklusif dan adil, serta mendorong terwujudnya kesempatan belajar untuk segala usia.
  5. Mencapai titik di mana dunia mengalami kesetaraan gender serta memberdayakan wanita dan gadis.
  6. Meyakinkan bahwa ketersediaan dan pengelolaan air serta sanitasi tersedia untuk semuanya. Air tersebut digunakan untuk konsumsi dan kebutuhan sehari-hari sehingga perlu memenuhi standar keamanan dan terjangkau segala golongan.
  7. Menyediakan akses sumber energi modern yang terjangkau, terpercaya, dan terbaharukan untuk semua golongan.
  8. Mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, serta pekerjaan yang produktif dan layak bagi semua.
  9. Membangun infrastruktur yang tangguh, mengembangkan industrialisasi yang inklusif dan berkelanjutan, serta menggiatkan inovasi.
  10. Mengurangi ketidaksamaan dan kesenjangan di dalam dan di antara berbagai negara.
  11. Membuat kota dan pemukiman penduduk menjadi inklusif, kokoh, dan berkelanjutan.
  12. Memastikan konsumsi dan produksi yang berkelanjutan termasuk alurnya.
  13. Mengambil tindakan mendesak untuk melawan perubahan iklim serta dampaknya.
  14. Memelihara dan melanjutkan pemanfaatan samudera, lautan, dan sumber daya maritim untuk pembangunan berkelanjutan.
  15. Melindungi, memulihkan, dan mendukung penggunaan terhadap ekosistem daratan, mengelola hutan, memerangi desertifikasi, degradasi tanah, dan hilangnya keanekaragaman hayati secara berkelanjutan
  16. Memajukan masyarakat secara damai dan inklusif guna pembangunan berkelanjutan, menyediakan akses kepada keadilan untuk semua, serta membangun institusi hukum yang efektif, bertanggung jawab, dan inklusif pada semua golongan.
  17. Memperluas implementasi SDGs dan merevitalisasi hubungan global demi pembangunan berkelanjutan.


Green Lifestyle Ala Millenial Demi Sukseskan SDGs

Apabila dilihat secara umum, isu-isu yang termaktub dalam SDGs tidak jauh berbeda dengan MDGs yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Di antara ketiganya, dewasa ini isu lingkungan sedang “naik daun” dan cukup menyita perhatian masyarakat global.

Dan menurut opini pribadi saya, menyelesaikan permasalahan lingkungan adalah langkah taktis yang tepat sebagai opening untuk menyelesaikan berbagai permasalahan lain terkait SDGs.

Lho kok bisa gitu?

Perlu digarisbawahi bahwa kata kunci yang paling krusial pada SDGs adalah “pembangunan berkelanjutan”, bukan hanya sekadar “pembangunan” saja.

Artinya kita tidak bisa mengeksploitasi bumi, air, dan segala kekayaan yang terkandung di dalamnya tanpa memperhatikan aspek lingkungan dan manajemen penggunaan sumber daya.

Bukankah kita sama-sama tahu bahwa alam menyediakan sumber daya yang jumlahnya terbatas? Sumber daya alam yang terbatas ini, mau tidak mau, harus cukup untuk 7 miliar orang yang akan terus naik secara eksponensial.

Artinya, aspek keberlanjutan atau sustainability menjadi sangat penting di sini.

Di lain sisi, kita juga tahu persis bahwa bumi kita sudah sangat renta. Nasib bumi yang telah berjuang selama 4,6 milliar tahun berubah drastis oleh tindak tanduk manusia modern yang diperkirakan baru muncul hanya dalam 300.000 tahun terakhir.

I would say, beberapa dari kita sangat angkuh mengingat kita hanyalah “pendatang baru”. Kita lupa bahwa semuanya serba terbatas, tetapi memaksakan untuk melampaui batas.

Namun perlu digarisbawahi bahwa manusia tidak hanya memiliki noda hitam di hatinya. Manusia juga memiliki kebaikan tulus yang patut untuk dihargai.

Benar, sudah banyak #OrangBaik yang mulai tersadar akan pentingnya menyayangi bumi. Hal ini terbukti dengan menjamurnya berbagai kampanye untuk menjaga alam dan lingkungan yang digencarkan oleh berbagai komunitas, influencer, dan postingan di media sosial.

Dan saya pribadi meyakini bahwa berperan aktif dalam menjaga lingkungan dan mendukung SDGs 2030 tidak serumit yang dibayangkan.

Sebagai generasi milenial, sudah sepatutnya kita turut berkontribusi dalam menyukseskan SDGs. Pemuda memang belum merasakan asam garam kehidupan sebanyak orang tua, tetapi semangat membaranya tidak perlu diragukan lagi.

Ada banyak cara simple dan kreatif yang bisa dilakukan siapapun termasuk milenial demi mewujudkan bumi yang lebih baik.

Salah satu caranya adalah Green Lifestyle. Dari namanya saja, kamu pasti bisa membayangkannya bukan?

Green lifestyle merupakan gaya hidup yang pro-aktif terhadap keberlangsungan alam dan berbagai sumber daya yang dimilikinya.

Kali ini, izinkan saya merangkum beberapa cara untuk mengaplikasikan green lifestyle yang mudah dilakukan siapa pun terutama generasi milenial seperti kita.

#1 Less Plastic


Infografis di atas bisa memberikan secuil pemahaman bahwa plastik telah menimbulkan masalah yang serius bagi lingkungan.

Plastik sendiri merupakan material yang terbuat dari polimerisasi beragam jenis senyawa organik. Umumnya plastik dibuat sebagai produk turunan petrokimia.

Material ini banyak digunakan karena memiliki beragam sifat menguntungkan dengan biaya produksi rendah. Namun hal ini membawa suatu problematika klasik: pencemaran khususnya di lautan.

Wait, mengapa bukan di daratan?

Pertama, banyak kota besar di dunia dibangun dekat dengan garis pantai (< 50 km) sehingga peluang sampah plastik terbuang ke laut sangatlah besar.

Kedua, fasilitas pengelolaan khusus sampah plastik masih sangat terbatas. Selain itu fungsi tempat pembuangan akhir yang kurang efektif mengakibatkan banyak sampah yang dibuang ke sungai dan berakhir di laut.

Ketiga, maraknya kegiatan memancing tanpa dibekali kesadaran akan lingkungan juga menjadi salah satu penyebab lautan tercemari oleh plastik. Terbukti bahwa lebih dari 50% sampah plastik di lautan adalah sampah peralatan memancing seperti buoy, jaring, dan benang.


Menurut infografis di atas, limbah plastik setidaknya akan terapung tidak jelas di lautan selama 20-600 tahun lamanya. Hal ini tentunya bisa memberikan dampak negatif terhadap kehidupan di laut seperti:
  • Terlilit sampah plastik,
  • Terkikis, khususnya bagi terumbu karang,
  • Memakan sampah plastik karena dikira mangsa,
  • Bahkan bisa saja terbunuh.

Generasi milenial dapat mengurangi jumlah sampah plastik dengan mengurangi pemakaian benda-benda plastik sekali pakai seperti sedotan plastik, botol plastik, kantong plastik, maupun styrofoam.

Pertama, kurangi sedotan plastik.

Limbah sedotan plastik hanya menyumbang sekitar 0,03% dari total sampah plastik di lautan, sebuah persentase yang sangat kecil.

Namun mengapa hal ini menjadi sorotan popular, bahkan di-banned skala global?

Faktanya, kebanyakan orang sebenarnya tidak membutuhkan sedotan untuk minum walaupun ada juga golongan yang “tersiksa” jika minum tanpa sedotan.

Lantas bagaimana solusinya?

Mulai sekarang, jangan gunakan sedotan jenis apa pun jika kamu memang mampu minum tanpa sedotan. Bukankah mubadzir apabila menggunakan sesuatu tetapi tidak benar-benar membutuhkannya? Apalagi jika hal tersebut memiliki konsekuensi tertentu, dalam kasus kita adalah pencemaran lingkungan.

Akan tetapi jika kamu memiliki kebutuhan khusus yang mengharuskan untuk minum dengan sedotan, kini sudah banyak beredar sedotan yang terbuat dari stainless steel. Produk yang sedang ngehits ini bisa digunakan berulang kali lho dan tentunya sangat terjangkau mulai dari IDR 4.000.

Namun kembali lagi ke awal, saya tetap tidak menyarankan penggunaan sedotan jenis apa pun. Hanya gunakan jika kamu benar-benar membutuhkannya.

Kedua, kurangi botol plastik sekali pakai.

Maraknya limbah botol plastik sekali pakai diduga karena gaya hidup masyarakat yang serba ingin instan. Banyak masyarakat yang enggan menyiapkan dan membawa minumannya di dalam tumbler.

Meskipun botol tumbler juga banyak dibuat dari plastik, tetapi jenis plastik yang digunakan pada botol tumbler berbeda dengan botol plastik pada minuman kemasan sekali pakai. Botol tumbler memang didesain agar bisa digunakan terus menerus dalam jangka panjang karena memiliki risiko yang kecil bahkan hampir tidak ada terhadap kesehatan.

Bicara harga, botol tumbler bisa dibawa pulang dengan harga yang cukup terjangkau kok. Kamu bisa mendapatkannya mulai dari IDR 15.000.

Ketiga, kurangi kantong plastik.

Hayo, ngaku siapa yang suka belanja? Pasti sudah tak asing dengan kantong plastik yang digunakan untuk menampung barang belanjaan kan?

Masalahnya banyak orang yang langsung membuang begitu saja plastik ini sehingga membuat masalah bagi lingkungan.

Kabar baiknya, beberapa pemda di Indonesia seperti Banjarmasin, Kabupaten Bandung, Balikpapan, Bogor, dan Denpasar sudah melarang penggunaan kantong plastik sebagai wadah belanjaan di swalayan.

Well, nggak usah khawatir. Tas ramah lingkungan dari kain atau biasa disebut tote bag, bisa menjadi pilihan alternatif bagi kamu yang suka membawa banyak barang saat belanja.

Sudah banyak tote bag hadir dengan pilihan desain yang menarik, dan tentunya bisa digunakan berkali-kali.

Untuk harganya, kamu bisa mendapatkan produk ini mulai IDR 3.000 saja!

Keempat, kurangi Styrofoam.

Styrofoam merupakan material yang dibuat dari polistirena yang dialirkan gas tertentu kemudian mengalami proses ekspansi. Menurut sejarahnya, teknologi pembuatan material ini ditemukan pertama kali pada tahun 1941 lalu menjadi booming.

Banyak sifat menguntungkan yang dimilikinya seperti:
  • Ringan,
  • Isolator yang baik,
  • Mudah dicetak, dan
  • Murah.

Karena styrofoam umum digunakan sebagai wadah makanan dan minuman, kita bisa mengurangi penggunaannya dengan membawa wadah yang dapat dipakai terus menerus. Mintalah pedagang makanan atau minuman untuk membungkusnya di wadah yang telah kamu bawa.

Infografis berikut menjelaskan beberapa keuntungan jika menggunakan produk plastik reusable.



Dengan mengonsumsi mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, secara tidak langsung kamu turut berpartisipasi menyukseskan SDGs khususnya poin:
  • Industri, inovasi, infrastruktur (9)
  • Kota dan masyarakat berkelanjutan (11)
  • Konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab (12)
  • Aksi iklim (13)
  • Kehidupan di bawah laut (14)
  • Kehidupan di daratan (15)

#2 Less Paper


Sejak pertama kali ditemukan di China kurang lebih 2.100 tahun yang lalu, kertas telah digunakan secara luas sebagai media tulis dan cetak, kemasan, pembersih, hingga dekoratif.

Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah kita mulai mendukung sistem paperless pada beragam ujian seperti UN dan SBMPTN. Beberapa layanan publik juga mulai dialihkan ke sistem paperless. Di samping mengurangi penggunaan kertas, sistem paperless ternyata memiliki keuntungan lain yaitu meningkatkan kecepatan dan keakuratan dalam pengolahan data.

Sebagai generasi milenial, kita bisa melakukan beberapa langkah untuk menghemat penggunaan kertas seperti:

Pertama, hanya print dokumen yang benar-benar akan digunakan.

Biasanya sudah menjadi kebiasaan mahasiswa untuk ngeprint semua materi kuliah, padahal tidak semuanya dibaca. Ujung-ujungnya kan mubadzir apabila hanya menumpuk di sudut kostan. Bener apa bener tuh, hehehe.

Kedua, simpan kertas yang masih bisa digunakan (baca: reuse). 

Bagian depannya mungkin sudah penuh, tetapi masih ada bagian belakang bukan? Kamu bisa menggunakannya sebagai catatan kecil, kertas corat-coret perhitungan, atau media ngeprint kalau ukurannya cukup.

Ketiga, beralih ke paperless jika memungkinkan. 

Di zaman ini, materi pelajaran biasanya tersedia secara digital sehingga bisa dibaca tanpa harus di-print. Manfaatkan perkembangan teknologi digital dengan baik sehingga perlahan kita semakin mendekati masyarakat four point zero.

Keempat, kurangi pemakaian tissue.

Biasanya nih, cewek suka banget sedia tissue di tasnya untuk mengelap keringat saat cuaca terik. Well, muka yang berminyak memang bikin nggak nyaman!

Akan tetapi, tissue dibuat dari bahan baku yang sama dengan kertas yaitu pohon. Apalagi tissue yang sudah dipakai biasanya dibuang begitu saja.

Mulai sekarang, beralihlah ke penggunaan sapu tangan kain yang bisa dipakai berulang kali. Jika dikalkulasi dalam aspek ekonomi, sapu tangan kain juga jauh lebih hemat lho!

Dengan mengurangi pemakaian kertas, secara tidak langsung kamu turut berpartisipasi menyukseskan SDGs khususnya poin:
  • Industri, inovasi, infrastruktur (9)
  • Kota dan masyarakat berkelanjutan (11)
  • Konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab (12)
  • Aksi iklim (13)
  • Kehidupan di daratan (15)

#3 Hemat Listrik

Kemampuan akses terhadap listrik merupakan aspek penting dalam pembangunan dan kesejahteraan manusia. Masyarakat akan maju apabila memiliki akses listrik yang mudah dan murah.

Tapi tahukah kamu bahwa produksi listrik saat ini masih didominasi penggunaan bahan bakar fosil seperti batubara, minyak bumi, dan gas alam yang akan meningkatkan konsentrasi karbon dioksida dan gas rumah kaca lainnya di atmosfer.

Menurut Our World in Data, total konsumsi energi di dunia pada tahun 2015 mencapai 146.000 TWh. Kabar buruknya, sekitar 65% dibuat dari bahan bakar fossil. Selain itu, hampir 50% dari total gas karbon dioksida skala global diemisikan dari produksi energi dan panas.

Lantas, bagaimana solusinya?

Sebenarnya menghemat listrik itu tidak sulit lho! Berikut ini ada beberapa cara menghemat listrik yang nggak bikin pusing para generasi milenial.

Pertama, matikan alat elektronik seperti laptop, TV, dan AC jika tidak benar-benar digunakan. Simpel kan, tetapi banyak orang yang menganggap remeh lho!

Kedua, cabut colokan alat elektronik saat menganggur. Alat elektronik yang tercolok ke stop kontak akan tetap mengonsumsi daya listrik yang biasa dikenal sebagai vampire power. Menurut Duke Energy, vampire power dapat berkontribusi hingga 20% tagihan listrik bulanan.

Ketiga, manfaatkan sumber penerangan alami jika memungkinkan. Hindari menyalakan lampu ketika ruangan cukup terang dengan sinar matahari.

Selain ketiga cara tersebut, ada lagi cara populer yang sudah dilakukan di berbagai negara.

Earth hour merupakan suatu aksi yang dilakukan dengan mematikan alat listrik yang dirasa tidak begitu penting selama satu jam. Pertama kali dipopulerkan di Sydney pada tahun 2007, kini aksi ini sudah menyebar ke 7.000+ kota di 187 negara.

Banyak pakar yang berpendapat bahwa dampak Earth Hour diibaratkan seperti menghilangkan 6 mobil dari jalanan dalam satu tahun. Banyak kritikus yang memberikan opini negatif terhadap kampanye ini.

Tapi menurut opini saya, “sedikit” masih lebih baik dari pada “tidak sama sekali”.

Kita harus melihat aksi ini dari sudut pandang yang berbeda, yaitu sebagai suatu pembiasaan menuju budaya hemat listrik. Generasi milenial akan menjadi pewaris bumi di masa depan sehingga kampanye ini bisa menjadi suatu "investasi jangka panjang".

Infografis berikut mungkin bisa menjadi tips untuk kamu yang ingin mencoba earth hour di rumah!



Dengan menghemat energi, secara tidak langsung kamu turut berpartisipasi menyukseskan SDGs khususnya poin:
  • Energi terjangkau dan terbaharukan (7)
  • Kota dan masyarakat berkelanjutan (11)
  • Konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab (12)
  • Aksi iklim (13)
  • Kehidupan di daratan (15)

#4 Eco-Transportasi

Sarana transportasi yang baik merupakan fasilitas untuk mencapai taraf kehidupan yang mumpuni. Transportasi merupakan roda penggerak bagi semua aspek vital manusia seperti ekonomi, sosial, dan pendidikan.

Saat ini sektor transportasi menyumbang sekitar 14% gas rumah kaca skala global. Angka ini cukup besar mengingat hampir 95% kendaraan di dunia bergantung kepada bahan bakar fosil seperti bensin dan solar. Keterbatasan kendaraan bermotor ramah lingkungan juga menyulitkan masyarakat yang ingin berganti kepada transportasi ramah lingkungan.

Dan lebih lanjut lagi, saat ini sarana transportasi dunia masih jauh dari aspek keberlanjutan.

Simak infografis berikut untuk mengetahui bagaimana generasi milenial bisa berkontribusi dalam eco-transportation!


Dengan mengerapkan sistem eco-transportasi, secara tidak langsung kamu turut berpartisipasi menyukseskan SDGs khususnya poin:
    • Energi terjangkau dan terbaharukan (7)
    • Industri, inovasi, dan infrastruktur (9)
    • Kota dan masyarakat berkelanjutan (11)
    • Konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab (12)
    • Aksi iklim (13)
    • Kehidupan di daratan (15)

    #5 Plant-Based Food

    Veganisme benar-benar sedang naik daun terutama di negara maju. Para penganutnya, vegan, merupakan orang-orang berkomitmen tinggi untuk tidak mengonsumsi pangan berbasis hewan seperti daging, ikan, susu, telur, dan semua produk turunannya. Mereka menggantungkan hidupnya terhadap tanaman dan tumbuhan, termasuk kebutuhan proteinnya.

    Munculnya filosofi ini dipicu oleh meningkatnya awareness terhadap risiko berbagai penyakit yang ditimbulkan akibat mengonsumsi makanan yang bersumber dari hewan.

    Menurut International Journal for Vitamin and Nutrition Research, konsumsi daging merah dan daging olahan mampu meningkatkan risiko penyakit jantung, kanker usus besar, dan diabetes tipe 2.

    Di samping efeknya terhadap kesehatan, ternyata gaya hidup vegan juga bisa berdampak positif bagi lingkungan lho! Tak percaya, simak infografis berikut!



    Untuk menjadi seorang vegan, dibutuhkan tekad yang kuat dan dukungan orang-orang sekitar. Jika kamu merasa terlalu berat untuk meninggalkan semua produk hewan, kamu bisa memulai dari menjadi seorang vegetarian atau tidak mengonsumsi daging dan turunannya.

    Kalau masih tidak sanggup, mulailah dengan mengurangi sedikit demi sedikit asupan berbasis hewani. Lakukan secara bertahap hingga kamu bisa berkomitmen penuh terhadap apa yang kamu makan.

    Dengan mengonsumsi makanan berbasis tumbuhan, secara tidak langsung kamu turut berpartisipasi menyukseskan SDGs khususnya poin:
    • Tidak ada kemiskinan (1)
    • Tidak ada kelaparan (2)
    • Kesehatan dan kesejahteraan (3)
    • Air bersih dan sanitasi (6)
    • Mengurangi ketidaksamaan (10)
    • Konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab (12)
    • Aksi iklim (13)
    • Kehidupan di daratan (15)

    #6 No Food Waste

    Manusia makan untuk hidup, bukan hidup untuk makan.

    Namun seiring pertumbuhan penduduk yang kian membludak, para insinyur pertanian dan ahli teknologi pangan telah melakukan banyak riset dan inovasi untuk meningkatkan produktivitas lahan pertanian dan menciptakan produk olahan pangan yang berkualitas.

    Akan tetapi, kita masih sering melihat banyak orang kelaparan dan menderita berbagai penyakit akibat asupan makanan yang tidak optimal. Muncul pertanyaan baru: apakah para insinyur pertanian dan ahli teknologi pangan telah gagal?

    Entahlah, saya tidak berhak menilainya. Tetapi satu hal yang pasti bahwa sebenarnya produksi pangan saat ini sangat berlimpah untuk 7+ milliar orang di dunia.

    Namun mengapa PBB berani mengklaim bahwa 1 dari 9 orang di dunia selalu kelaparan setiap malamnya?

    Ternyata, food waste memegang peranan penting di sini. Menurut FAO, food waste sendiri merupakan istilah yang digunakan untuk makanan yang dibuang begitu saja padahal masih layak dikonsumsi baik dari aspek keamanan maupun kualitas.

    Simak infografis di bawah ini untuk mengetahui betapa menyeramkannya food waste.


    Mulai sekarang tanamkan iktikad baik untuk memerangi food waste ya! Tidak etis bahwa luar sana masih banyak orang yang kelaparan, sedangkan orang yang berkecukupan malah membuang-buang makanan seperti tidak ada harganya.

    Simak infografis berikut untuk memerangi food waste.



    Dengan memerangi food waste, secara tidak langsung kamu turut berpartisipasi menyukseskan SDGs khususnya poin:
    • Tidak ada kemiskinan (!)
    • Tidak ada kelaparan (2)
    • Kesehatan dan kesejahteraan (3)
    • Kota dan masyarakat berkelanjutan (11)
    • Konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab (12)
    • Aksi iklim (13)
    • Kehidupan di daratan (15)

      #7 Viralkeun Lur!

      Semua langkah di atas hanyalah langkah kecil dan akan memberikan hasil yang sangat kecil. Mungkin kontribusimu yang sendirian hanya bernilai 0,00000001428% atau bahkan lebih kecil dari itu.

      Kecuali…

      Kamu ikut mengajak orang lain untuk melakukan kebaikan!

      Misalkan orang-orang berikut peduli, maka secara kasar kita akan memperoleh hasil sebesar:
      • Penduduk Jakarta, maka 0,00000001428% x 10,18 juta = 0,14%
      • Penduduk Asia Tenggara, maka 0,00000001428% x 641,78 juta = 9,16%
      • Penduduk Asia, maka 0,00000001428% x 4,46 miliar = 63,69% dan
      • Penduduk Dunia, maka 0,00000001428% x 7 miliar = BINGO!

      Saat ini sudah banyak sarana yang bisa digunakan untuk mem-boomingkan sesuatu seperti media sosial, Blogger, YouTube, dan masih banyak lagi. Internet mampu membuat segalanya menyebar seperti virus di udara, karena itu mereka menamakannya sebagai viral.

      Saya sendiri telah menggeluti kegiatan blogging sejak 2014 silam sebagai bentuk kontribusi nyata terhadap berbagai concern khususnya pendidikan, sains, dan lingkungan. Postingan ini pun merupakan bentuk nyata upaya meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap permasalahan lingkungan.

      #8 Reach on Top

      Sungguh, sangatlah naif apabila kita ingin mengubah dunia.

      Lebih naif lagi jika kita berkoar-koar ingin membuat bumi lebih baik hanya mengandalkan secuil cara di atas.

      Meskipun hal besar berawal dari hal kecil, tetapi pada akhirnya kita hanya akan menghasilkan hal kecil apabila kita terus-terusan bertindak kecil.

      Oleh karena itu, atas izin-Nya, generasi milenial harus terus tumbuh menuju kedewasaan untuk menghadapi dunia yang volatile, uncertain, complex, dan ambiguity.

      Suatu saat, generasi milenial yang hidup saat ini akan mewarisi peradaban manusia. Kita yang nantinya menentukan haluan dari perjalanan dunia ini.

      Sampai waktunya tiba, teruslah berkembang. Asah terus semua minat dan potensi milik kita. Perlahan namun pasti, terus rubah dunia ke arah yang lebih baik sebisanya meskipun tertatih-tatih.

      Dengan menjadi stakeholder, kita memiliki lebih banyak pilihan untuk mengubah lingkungan dan dunia. Kekuasaan bisa menjadi senjata yang ampuh untuk melahirkan berbagai kebijakan yang pro dan konstruktif terhadap 17 tujuan SDGs.

      If you don't like a rule, just follow it, reach on the top and change the rule! - Adolf Hitler

      #9 Cara Kamu di Sini

      Rambut boleh sama warnanya, namun isi kepala? Siapa tahu.

      Semua tulisan di atas sangat rapuh untuk bisa berdiri tegak sendiri. Saking rapuhnya, dibutuhkan papahan dari 4,62 miliar generasi muda yang ada di dunia.

      Masih banyak berbagai ide yang tidak sempat terlintas dan tertulis di sini. Oleh karena itu, tugas kita untuk melengkapi dan mengimplementasikannya.

      Jangan lupa corat-coret di kolom komentar untuk ide yang jauh lebih brilian ya!

      Penutup…

      Mengubah dunia menjadi tempat yang lebih baik terdengar seperti omong kosong, begitu pula seperti mewujudkan 17 tujuan SDGs.

      Dan hal itu tetap akan menjadi bualan semata jika generasi milenial tidak memiliki kepedulian. Semua hal di atas memang hal sederhana, tetapi banyak yang terlalu menyederhanakannya sehingga benar-benar jadi sederhana.

      Gimana mau berbuat sesuatu yang besar kalau hal sepele saja masih kacau? Bukankah...

      “Big things have small beginnings” – TE Lawrence

      Selalu optimislah bahwa saya, kamu, dan 4,62 miliar generasi milenial di dunia mampu mewujudkan SDGs 2030 dengan cara kreatifnya masing-masing.

      Referensi

      • American Museum of Natural History
      • Canadian Broadcasting Corporation
      • FoodTank
      • Food and Agriculture Organization
      • Green American Org
      • International Journal for Vitamin and Nutrition Research
      • Nature
      • Our World in Data
      • People for the Ethical Treatment
      • Research Report Series No.49
      • Stop Wasting Food Movement
      • United Nations Development Programme
      • US National Park Service
      • Wikipedia

      Artikel ini diikutsertakan dalam lomba blog Unsyiah Research Festival 2019. Beberapa sumber daya diambil dari situs bebas hak cipta Freepik dan Flaticon.
      Yusuf Noer Arifin

      Menyukai kreativitas, pemikiran kritis, dan pemecahan masalah. Untuk menghubungi saya, silakan kunjungi halaman kontak ya!

      Post a Comment

      Terima kasih sudah berkunjung di blog ini. Jika berkenan, mohon tinggalkan komentar dengan bahasa yang santun dan tanpa tautan. Semua komentar selalu dibaca meskipun tak semuanya dibalas. Harap maklum dan terima kasih :)

      Previous Post Next Post